Wednesday, March 11, 2009

istri di rebut preman (kisah nyata)

AKU sebenarnya dilahirkan di daerah Garut. Namun karena istriku bertempat tinggal di Majalaya, Kab. Bandung, aku pun tinggal di daerah itu. Pekerjaanku hanyalah pedagang di pasar dengan keuntungan yang cukup lumayan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Kuakui istriku memang cantik dan boleh disebut bunga desa yang banyak menarik para pemuda di daerahnya. Pertemuanku dengan istriku sungguh tidak terduga. Saat itu ia sedang bermain ke rumah kakaknya di Garut. Dari pertemuan pertama itulah, akhirnya aku berhubungan dengan Ririn (bukan nama sebenarnya, red) yang kini menjadi istriku.

Kami hidup rukun dan damai, sebab istriku mau menerimaku apa adanya. Meski sebagai pedagang di pasar, terkadang ada saja kerugian atau dagangan tidak laku, namun Ririn tidak pernah mengeluh. Dia selalu mendorongku dan kerap menasihati agar sabar aku dalam menjalani kehidupan ini. Sikap dan perilakunya sungguh sangat baik, sehingga aku semakin mencintai pribadinya.

Selama hampir lima tahun berumah tangga dengan Ririn, tidak ada masalah yang serius, kecuali kebahagiaan. Apalagi istriku memberiku dua anak yang lucu-lucu. Aku sendiri sudah bisa membangun rumah, meski tidak terlalu besar. Hidup kami tenteram dan usahaku secara perlahan mengalami kemajuan yang menggembirakan.

Namun sungguh tak diduga, suatu ketika aku mengalami malapetaka yang sangat menyakitkan hati. Istriku, entah bagaimana caranya, tiba-tiba berubah pikiran dan direbut seorang preman benama Toteng. Aku tahu orangnya, sebab hampir setiap hari ia meminta jatah uang kepada para pedagang. Para pedagang banyak yang memberi bila diminta, sekadar untuk membeli satu bungkus rokok atau sepiring nasi. Tidak ada yang berani melawan Toteng. Sebab kalau marah, ia tidak segan-segan menempeleng.

SEBENARNYA sudah banyak orang yang sakit hati dengan perilaku Toteng. Selain memeras, ia pun kerap memerkosa wanita yang diinginkannya. Tidak ada yang berani melakukan perlawanan terhadapnya, karena sangat berisiko. Itu sebabnya, warga lebih banyak diam bagaimana pun perlakuan lelaki tersebut. Banyak yang mendoakan agar Toteng segera mati atau menjauh dari daerah ini atau jatuh sakit. Tetapi selama ini Toteng tak pernah terdengar sakit.

Rumah tangga Toteng tergolong awet rajet. Sudah lebih dari tujuh kali ia menikah, namun selalu berakhir dengan perceraian. Istrinya tak tahan hidup bersama lelaki yang kasar. Selain ringan tangan, ia pun jarang sekali memberi nafkah untuk kebutuhan sehari-hari. Istrinya dibiarkan melarat, bahkan kadang sampai meminta makan kepada tetangga.

Anak-anak Toteng pun dibiarkan begitu saja, sehingga terpaksa istri-istrinya mengurus sendiri setelah berpisah dengan dirinya. Semua istri Toteng hidup menderita, bahkan ada yang meninggal karena terus mendapat siksaan. Dia sendiri seolah tidak merasa kasihan dengan tindakan kerasnya terhadap sang istri. Kalau sudah tidak suka dengan istrinya, ia akan pergi begitu saja tanpa beban. Ia memang lelaki yang tidak bertanggung jawab.

Toteng pun semakin mendalami ilmu kesaktian diri yang semakin hebat. Bahkan, ia pernah memperlihatkan kehebatannya yang luar biasa. Suatu ketika, di pasar yang tidak jauh dari terminal, banyak orang berkumpul hingga berdesakan. Aku sendiri heran, ada apa gerangan. Ternyata dari kabar yang kudengar, Toteng sedang memperagakan ilmu yang baru dipelajarinya. Tapi aku tidak ingin melihatnya. Sementara orang-orang ribut dan ramai.

Karena itu aku penasaran juga dan melangkahkan kaki untuk menyaksikan apa yang sedang didemonstrasikan Toteng di hadapan banyak orang. Meski berdesak-desakan, aku jadi ingin melihat apa yang diperagakan lelaki itu.

"Jangan macam-macam dengan si Toteng. Aku sudah mempelajari ilmu kesaktian diri yang dinamakan pancasona. Nah kalau kalian ingin melihat ilmu ini, berkumpul dan saksikan sekarang juga!" teriaknya dengan sombong.

Semua orang menatap tanpa berkedip. Di tengah kerumunan warga, Toteng berdiri dan di depannya tersimpan seember air. Entah untuk apa. Aku sendiri ingin tahu apa yang akan diperbuatnya. Tiba-tiba ia mengeluarkan senjata tajam samurai yang panjangnya dua meter. Lalu dengan tiba-tiba, Toteng memotong lehernya sendiri. Tentu saja semua yang melihat menjerit histeris, kaget dan tidak percaya menyaksikan "keajaiban" itu. Tidak sedikit pula yang menjauh dan muntah melihat kepala terpisah dari badan. Aku sendiri terbelalak melihat keanehan itu. Baru pertama kali aku melihatnya.

Kepala Toteng menggelinding jatuh ke tanah dengan darah mengucur deras. Tetapi tubuhnya tetap berdiri dengan tangan kanan masih memegang samurai. Kepala yang jatuh itu, lalu diambil dengan tangan kirinya. Dia lalu mengambil air yang ada di ember. Air itu disiramkan ke kepalanya sendiri, yang kemudian diletakkan kembali di lehernya dan suatu keajaiban terjadi seketika. Kepala Toteng bersatu kembali dengan tubuhnya dalam hitungan detik.

"Aneh! Kunaon bisa kitu euy?" teriak warga yang melihat demonstrasi aneh itu. Semua berdecak kagum. Sungguh luar biasa ilmu yang dimiliki lelaki sakti ini.

"Hahaha...inilah ilmuku yang baru. Maka jangan coba-coba denganku!" Toteng tertawa terbahak-bahak melihat semua warga yang menyaksikan tak berkedip matanya. Ia terlihat semakin sombong dan angkuh serta menganggap semua orang berada di bawah kesaktiannya. Beberapa anak buahnya, bergegas memburunya, lalu memangkunya dengan penuh kegembiraan

Pernah ada seorang pedagang yang melawan. Ia tidak memberi uang yang diminta sebesar Rp 5.000 (waktu itu uang sebesar itu sangat bernilai) dan tidak menghiraukannya. Toteng yang kesal tidak diacuhkan, langsung saja mengeluarkan pisau dan tanpa berpikir lagi, menusukkannya ke perut pedagang itu. Suasana di pasar menjadi ramai dan ibu-ibu menjerit histeris melihat darah bercucuran. "Jangan coba-coba melawan saya!" ujarnya lantang seraya mengambil uang beberapa ribu rupiah di dompet pedagang yang meringis kesakitan itu. Aku yang melihat kejadian itu, segera menolong dan membawanya ke rumah sakit.

Tidak ada seorang pun yang berani melapor ke polisi, sebab urusannya akan jadi panjang. Toteng dengan sikapnya yang pendendam akan membuat perhitungan dengan siapa saja yang berani melawan. Dia sudah terbiasa berurusan dengan polisi dan polisi pun tidak lama selalu membebaskannya. Toteng ditakuti polisi juga. Dia tidak segan-segan menyantet polisi yang berurusan dengan dirinya. Soal santet, dia memang menguasainya.

KEHEBATAN Toteng nyaris tidak ada yang menandingi, sehingga dengan mudah ia menguasai beberapa wilayah. Semua pedagang, sopir atau pemilik kendaraan wajib memberikan setoran kepadanya dalam jumlah tertentu. Anak buahnya yang dimanfaatkan untuk mengelola keuangan. Setiap hari mereka menagih setoran. Di terminal, tidak ada yang berani menolak permintaannya. Perintahnya bagaikan raja yang tidak boleh ditentang.

Aku tak mengira kalau suatu hari malapetaka menimpaku. Tanpa disangka, Toteng berjalan-jalan ke pasar dan bertemu dengan istriku. Saat itu istriku sedang menunggui warung. Aku tidak tahu, bagaimana kejadiannya. Hanya yang jelas aku mendengar istriku tiba-tiba menjerit-jerit histeris. Aku yang kebetulan berada di belakang warung, bergegas melihat apa yang terjadi. Betapa kagetnya aku. Kulihat istriku ditarik-tarik hendak dibawa Toteng.

Tidak ada yang berani menolong. Semua tahu, kalau Toteng sudah punya keinginan, termasuk pada wanita, tidak ada yang bisa mencegah, meskipun wanita itu sudah mempunyai suami.

"Heh! Lepaskan istriku!" aku berteriak lantang. Amarah membuncah dalam dada. Toteng melepaskan tangan istriku, lalu menatap ke arahku. Ia marah besar.

"Kamu siapa hah? Berani sekali melawan keinginanku!" tanyanya dengan bibir bergetar penuh nafsu.

"Aku tidak rela istriku diambil sama kamu!" kataku. Istriku bergegas mendekatiku dan mengajak pulang ke rumah. Bagaimana pun ia tahu kesaktian Toteng.

"Hebat kalau begitu!" katanya seraya mengeluarkan pisau tajam dan menusukkannya ke arahku. Aku segera menghindari tusukan itu dengan meloncat ke belakang. Istriku menjerit menyaksikan itu.

Toteng secara membabi buta terus melancarkan serangan. Sementara aku terus mundur mencari posisi aman. Terus terang saja, aku sangat polos dan tidak menguasai ilmu bela diri, sehingga aku pun gugup dan berusaha melarikan diri. Aku semakin terdesak karena Toteng pun terus mengejar. Tidak ada yang berusaha menolong.

Serangan Toteng tidak bisa dibendung, beberapa kali aku menangkis hingga darah bercucuran di tanganku. Kulihat dia semakin bernafsu menghabisiku. Sedangkan aku semakin tersudut dan terjepit. Tiba-tiba pisau tajam menancap di perutku hingga kurasakan sakit yang luar biasa. Aku terjatuh dan ambruk dengan tubuh berlumuran darah segar. Toteng lalu meninggalkanku dalam keadaan terluka.

Beberapa orang segera memburu dan membawaku ke rumah sakit. Aku masih sadar ketika sampai di rumah sakit dan langsung dimasukkan ke bagian emergensi. Masih kurasakan saat pisau yang menancap di perutku ditarik dokter. Aku jatuh pingsan karena sakit luar biasa.

Entah berapa lama aku pingsan di rumah sakit. Hanya saja ketika sadar aku sudah berada di salah satu ruangan perawatan seorang diri. Tidak lama mertua laki-lakiku datang dengan air mata berlinang. Istriku tidak ada. Ketika kutanyakan, jawabannya membuatku tersentak kaget.

"Toteng sudah membawanya entah ke mana," ujarnya dengan tersedu-sedu. Betapa marahnya aku. Nafsuku bergejolak sebab istriku diambil lelaki jahat itu.

Aku hanya bisa menangis dan tak bisa berbuat banyak. Kusadari aku tidak menguasai ilmu bela diri apa pun. Aku memang lemah. Dua anakku yang masih kecil akhirnya diasuh ibu mertuaku yang sangat menyayangi mereka. Dalam hati aku menyimpan dendam berkepanjangan. Aku harus membuat perhitungan dengan Toteng yang telah menghancurkan masa depanku.

KETIKA aku dinyatakan sudah sembuh dan bisa pulang ke rumah, aku terpukul sebab istriku tidak diketahui keberadaannya. Ia seperti ditelan bumi. Toteng telah merebut dan mengambil istriku. Entah sekarang istriku berada dmana?

Aku tidak tahu, apa yang diperlakukan Toteng terhadap istriku. Sejak kejadian itu, istriku tidak pernah pulang ke rumah. Aku tidak tahu bagaimana nasibnya. Aku sedih dan kasihan kepada kedua anakku yang selalu menanyakan ibunya. Aku pernah mencari-cari dan menanyakan keberadaan Toteng, namun sama sekali tidak diketahui. Aku mendengar kabar istriku dibawa ke daerah Banten. Hancur sudah hatiku. "Aku harus membuat perhitungan dengan si Toteng!" ucapku dalam hati.

Dendam tumbuh dalam jiwaku, aku akan membuat perhitungan dengan lelaki kasar itu. Aku yakin sehebat-hebatnya manusia di muka bumi ini, akan ada yang bisa mengalahkannya. Kehebatan Toteng ada titik lemahnya, yang harus aku pelajari dan kuasai ilmunya. Itu sebabnya, aku mulai merencanakan untuk melakukan balas dendam, mengingat kalau dia dibiarkan hidup akan sangat berbahaya bagi orang lain. Kalau perlu dia harus dilenyapkan di dunia ini.

Aku mulai bertanya-tanya kepada beberapa orang yang memahami dan menguasai ilmu untuk melumpuhkan dan melenyapkan Toteng. Berdasarkan informasi dari beberapa orang, aku diberitahu ada seorang kiai yang tinggal di Banten dan bisa mengalahkan ilmu Toteng. Aku tertarik ketika mendengar informasi itu. Aku akan berusaha untuk mencari sampai ketemu kiai itu. Aku akan belajar sungguh-sungguh demi melenyapkan nyawa si Toteng yang berbahaya itu.

Aku yakin suatu ketika Toteng akan datang lagi ke daerah Majalaya, sebab dia memang dilahirkan di daerah itu. Tetapi biasanya tidak lama, sudah muncul kembali. Kejadian itu bukan sekali dua kali, tetapi sering terjadi. Pernah dia menghilang selama beberapa tahun, kemudian muncul lagi.

Aku sedih memikirkan istri dan kedua anakku. Bagaimana dengan nasib istriku sekarang, apakah masih hidup atau sudah mati? Kasihan pula kepada kedua anakku yang masih membutuhkan kasih sayang ibunya. Aku berusaha bersabar menghadapi ujian yang sangat berat itu. Aku hanya berdoa semoga istriku berada dalam lindungan Allah SWT.

Setelah memikirkan secara matang, akhirnya aku berencana untuk menemui kiai yang ada di Banten yang bisa menaklukkan ilmu si Toteng. Mertuaku tak bisa melarang saat aku mempunyai keinginan untuk mempelajari ilmu yang bertujuan melenyapkan si Toteng. Mereka mengizinkanku. Aku pun menitipkan kedua anakku dan menyuruh mereka untuk menjual rumah kalau kekurangan biaya.

Tekadku sudah bulat untuk mempelajari ilmu bela diri. Kalau sudah kumiliki ilmu itu, aku akan mencari Toteng untuk melakukan pembalasan dan menanyakan keberadaan istriku. Aku menyiapkan perbekalan secukupnya. Setelah pamitan kepada mertuaku, aku pun melangkahkan kaki untuk menemui seorang kiai yang namanya sudah ada di kantong dan pesantrennya.

Ternyata letak pesantrennya cukup jauh dari daerah Banten. Aku harus naik lagi kendaraan menuju sebuah perkampungan yang agak terpencil. Memang Kiai Faqih, sebut saja begitu namanya, terkenal sebagai jawara yang dihormati di Banten. Ilmunya luar biasa hebat, bahkan menurut beberapa orang di Banten, dia setiap hari melaksanakan salat di Mekah. Wah, luar biasa hebat, bagaimana bisa ke Tanah Suci?

MESKI jalan menuju ke lokasi tempat tinggalnya cukup terjal dan melewati gunung serta perbukitan, namun akhirnya aku sampai juga ke lokasi pesantren milik Kiai Faqih. Ketika bertemu dengan beliau, tampak ia tersenyum dan langsung menerima kehadiranku di pesantren.

Sebelum kusampaikan maksud dan tujuanku datang ke menemui beliau, Kiai Faqih yang berbadan agak kecil dan kulitnya hitam serta sorot matanya tajam itu berkata, "Aku sudah tahu kedatangan kamu ke sini. Aku pun tahu masalah yang kamu hadapi, sekarang yang ingin aku tanyakan kepada kamu, apakah kamu datang ke sini masih menyimpan dendam atau tidak?" tanyanya seraya menatapku tajam.

Sebelum menjawab, aku terperangah beliau sudah tahu masalah yang kuhadapi. Setelah menarik napas, aku menjawab pertanyaan beliau. "Ya, aku menyimpan dendam kepada Toteng karena dia mengambil istriku".

"Sikap dendam itu merupakan penyakit yang berbahaya. Kamu harus menyingkirkan dulu dalam hati sifat jelek itu. Kalau kamu sudah bisa menghilangkan, kamu akan bisa mengalahkan musuh kamu. Si Toteng itu tidak ada arti apa-apa. Dia akan hancur dengan kesombongannya sendiri. Kamu pun bisa mengalahkan hanya dalam beberapa jurus. Hanya saja kamu harus benar-benar ikhlas dalam menegakkan kebenaran. Kamu harus niat lillahi ta'ala dalam melawan si Toteng. Ia akan kalah oleh kamu, kalau kamu tinggal di sini selama satu tahun dan kamu mengikuti latihan yang aku ajarkan," katanya.

"Pak Kiai, aku akan mengikuti apa yang Kiai katakan. Aku mohon untuk bisa tinggal di sini. Aku akan mengikuti petunjuk Pak Kiai!"

"Kamu tinggal di sini... Kamu harus bangun malam setiap hari pukul 24.00 WIB malam. Kamu harus melaksanakan puasa daud selama tinggal di sini. Kamu harus salat tahajud, lalu ikuti gerakan yang akan aku ajarkan padamu!"

Aku menganggukkan kepala sebagai tanda setuju mengikuti petunjuk Kiai Faqih. Sejak itulah aku menginap di pondok pesantren dengan ketekunan dan kesungguhan sebab aku bertekad untuk mengalahkan ilmu Si Toteng. Setiap hari aku mengurangi tidur dan memperbanyak salat tahajud, dilanjutkan dengan zikir selama berjam-jam.

Pagi harinya aku dilatih gerakan silat dengan jurus-jurus yang selama ini aku tidak pernah mengenalnya. Kaki dan tanganku dilatih untuk bisa memukul dan menendang tepat sasaran. Tidak itu saja, aku pun dilatih tenaga dalam untuk menguatkan daya pukulan secara cepat. Ada pula ilmu yang aku pun baru mengenalnya, yaitu tanpa disentuh lawan jatuh. Ilmu ini harus diiringi dengan latihan fisik dan mengolah tenaga dalam.

Aku konsentrasi penuh dan berlatih sungguh-sungguh mendalami ilmu bela diri. Aku yakin bisa mengalahkan Toteng yang memang memiliki ilmu tinggi. Kiai Faqih selalu mengingatkan, "Sehebat apa pun kekuatan manusia, tetap lemah di hadapan Allah. Oleh karena itu, yang Mahahebat, Mahagagah, dan Mahabesar hanyalah Allah semata. Musuh akan kalah terhormat bila dikalahkan dengan kebaikan. Itu yang harus kamu ingat. Namun menghadapi si Toteng, kamu harus yakin sepenuhnya kepada Allah, kamu bisa mengalahkan meskipun agak sulit dan berat, sebab ilmu dia itu ditunggangi iblis yang sudah lama bersemayam dalam jiwanya."

TIDAK terasa sudah setahun aku tinggal di pesantren Kiai Faqih dan aku mengalami perubahan yang sangat menggembirakan. Aku menguasai jurus-jurus untuk menaklukkan Toteng. "Kalau memang dia sulit untuk dibunuh dan tubuhnya menyatu kembali setelah berpisah, jalan satu-satunya, dia harus dijauhkan dari air. Jangan sekali-kali dekat dengan air, sebab air menjadi kekuatan orang yang mempelajari ilmu itu," jelas Kiai.

Aku menyimpan amanat Kiai Faqih sedalam-dalamnya dalam hati, aku catat dalam otakk, sebab aku akan menghadapi orang yang luar biasa kehebatannya. Tetapi aku yakin, aku bisa mengalahkannya dengan pertolongan Allah SWT. Dengan mengucap bismillah demi berjuang membela kebenaran dan keadilan, aku bersiap-siap pulang dari pesantren. Sebelum meninggalkan pesantren, Kiai Faqih mendoakan aku dengan khusyuk agar aku tetap berada dalam lindungan dan ampunan Allah SWT.

Kembali ke daerah asal istriku, aku langsung menemui mertuaku. Mereka bahagia melihatku datang. Anak-anakku sangat gembira melihatku. Namun istriku, tetap tidak diketahui rimbanya. Entah masih ada atau sudah meninggal. Kali ini aku bertekad akan mencari istriku dan melawan si Toteng yang sudah menghancurkan keluargaku.

Aku bertanya kepada beberapa orang yang ada di terminal, ternyata si Toteng setiap hari Minggu datang ke terminal untuk mengambil setoran uang. Informasi itu aku manfaatkan untuk bisa bertemu. Di rumah tidak lupa aku terus-menerus memperbanyak zikir dan berdoa agar Allah SWT memberi kekuatan dan kemampuan untuk menaklukkan ilmu Si Toteng.

Hari Minggu, benar saja aku melihat Toteng sedang berjalan ke arah terminal. Segera saja aku kejar lelaki itu. Dia menatapku tajam sekali saat aku menghentikannya.

"Kamu siapa hah? Berani sekali menegurku?" katanya lantang.

"Masa kamu lupa... Ingat, aku dengan kamu ada perhitungan. Aku mau menanyakan ke mana istriku kamu bawa?"

"Oh... rupanya kamu ya, berani sekali. Aku tidak pernah ngurus istri orang lain."

"Dasar lelaki kurang ajar. Sekarang saatnya aku harus melakukan perhitungan dengan kamu."

Wajah Toteng tampak merah. Terlihat jelas kalau dia merasa tersinggung dengan ucapanku. Aku tenang-tenang sebab, sebab aku sengaja memancingnya agar dia marah terlebih dahulu.

"Tidak aku kira kalau di sini ada orang yang berani melawanku," katanya.

"Sudah saatnya aku akan membalas sakit hati yang selama ini aku pendam. Aku hanya membela kebenaran dan menanyakan istriku yang kamu ambil setahun yang lalu, di mana dia sekarang?

"Yang aku ambil bukan hanya istri kamu. Banyak wanita yang kuambil, jadi aku tidak tahu. Sekarang maunya kamu apa?"

"Aku akan membunuh kamu sekarang juga karena sangat meresahkan warga dan sudah sepantasnya kamu mati di tanganku!"

"Wah... Kamu berani sekali berkata begitu. Aku ini sudah banyak membunuh manusia. Di penjara aku sudah terbiasa. Sekarang kamu berani melawanku!"

"Aku sudah siap menghadapi kamu. Kamu sudah harus bertobat karena dosamu sudah terlalu banyak. Kalau kamu tidak segera bertobat, saatnya aku akan melawan kamu!"

"Kalau begitu bagus, aku sudah lama tidak berkelahi. Jangan di sini tempatnya, tetapi di Lapang Tegal, agar semua warga menyaksikan!"

"BAIK besok aku sudah menunggu di Lapangan Tegal. Sekarang bersiap-siaplah kamu untuk menghadapi kematian!" tegas Toteng.

Aku tersenyum sinis mendengar ucapan itu. Toteng segera saja berlalu meninggalkan aku.

Hari itu juga aku bergegas mendatangi kantor polisi yang tidak jauh dari terminal. Aku melapor akan berkelahi dengan Toteng besok hari di Lapangan Tegal, tentu saja polisi yang memang sudah kenal denganku merasa kaget. Tetapi setelah aku jelaskan bahwa perkelahian ini semata-mata adu kekuatan dan kalau ada pihak yang menang, tidak akan ada tuntutan hukum.

Jadi polisi hanya sebagai saksi. Aku melakukan ini demi keamanan di daerah karena si Toteng sudah bertindak keterlaluan dan harus segera dilenyapkan di muka bumi ini.

Komandan polisi yang bertubuh agak gemuk, mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia hanya berpesan agar perkelahian diakhiri dengan kekeluargaan dan harus mengakui yang menang dan kalah.

Malam hari, aku bangun dan melakukan salat tahajud dalam upaya memohon pertolongan Allah. Sebab aku yakin tanpa pertolongan Yang Mahakuasa, aku tidak ada apa-apanya.

Rupanya kabar perkelahianku dengan Toteng telah menyebar luas ke seluruh penduduk sehingga pagi itu banyak warga yang sudah berkumpul. Di pasar dan terminal, semua warga membicarakan akan terjadi perkelahian. Mereka penasaran ingin menyaksikan perkelahian yang pastinya akan menjadi ramai, sebab selama ini Toteng dikenal sebagai preman yang sulit dibunuh. Pernah beberapa bulan yang lalu ada perkelahian serupa yang dimenangkan oleh Toteng. Kali ini pun tentu akan memakan korban. Namun meski ada yang terbunuh, tetapi Toteng tidak ditahan karena sesuai dengan perjanjian, siapa yang menang tidak akan berurusan dengan polisi.

Perkelahian kali ini telah menyedot perhatian warga. Meski tidak diiklankan di radio atau surat kabar, namun warga sudah antusias ingin menyaksikan perkelahian yang mendebarkan itu. Bahkan beberapa orang dari daerah lain, sengaja berdatangan ingin menyaksikan pertarungan yang jarang terjadi itu.

Petugas keamanan yang sengaja datang dari kepolisian ikut menjaga dan mengatur perkelahian, dibantu hansip desa. Mereka hanya bertugas mengamankan jalannya perkelahian. Meski secara hukum, jelas perkelahian ini tidak dibenarkan, tetapi karena keinginan aku dan Toteng, polisi tidak bisa berbuat banyak.

Di lapang terbuka, warga sudah mengelilingi tempat yang akan dijadikan perkelahian. Beberapa orang memanfaatkan peristiwa itu dengan berjualan makanan ringan serta membuat tenda kecil untuk berjualan. Suasana menjadi ramai, ketika aku sudah hadir di lapangan. Aku mengenakan celana hitam pendek dan kaus oblong.

Ketika aku sudah masuk ke lapangan, semua warga bersorak dan bertepuk tangan riuh mendorong terjadinya perkelahian ini. Tidak lama kemudian, Toteng pun masuk ke arena pertandingan dengan diiringi suara riuh rendah dari warga yang akan menyaksikan.

"Siapa yang kalah dan menang di pertandingan ini, tidak akan berurusan dengan polisi. Perkelahian ini akan berakhir dengan kematian di antara kami, maka warga yang menyaksikan perkelahian ini diharapkan untuk tidak mengganggu dan membantu salah seorang di antara kami. Kami sudah siap untuk mati dan memenangkan perkelahian ini," ujar Toteng dengan suara keras.

BAIK aku maupun Toteng tidak membawa senjata tajam. Namun beberapa orang warga ada yang sengaja menyediakan celurit, samurai, golok, dan kapak untuk digunakan sebagai alat membunuh. Mereka sengaja menyediakan senjata tajam, karena tanpa senjata, perkelahian tidak akan ramai.

Aku hanya mengangguk. Berkonsentrasi penuh kepada Allah dan memohon petunjuk-Nya agar diberi kekuatan dan kemenangan. Aku senantisa berzikir dalam hati. Aku yakin hanya Allah yang memiliki kekuatan hebat.

Ketika kami telah sama-sama berdiri di tengah lapangan, seketika suasana menjadi ramai dengan tepuk tangan dan suitan warga yang bersemangat menyaksikan perkelahian maut ini. Aku tenang saja menghadapi Toteng dan tidak akan lebih dulu melakukan serangan. Biar dia saja yang memulai.

Tiba-tiba Toteng menyerangku dengan tangan kosong. Embusan tangannya terasa sangat kuat, bertenaga. Pukulannya bukan sembarangan. Aku menangkis serangan itu dan membalas memukul wajahnya. Tapi dia cepat menghindar.

Perkelahian berlangsung menegangkan selama 30 menit, kami saling pukul dan tendang hingga mengenai sasaran. Kami pun bergerak cepat untuk saling melumpuhkan. Aku beberapa kali terdesak dengan pukulan Toteng yang keras dan bertenaga. Bahkan aku sempat terjatuh dan menjadi bulan-bulanan. Namun aku segera bangkit dan membalas serangannya. Toteng terjatuh. Aku pun menendang mukanya. Beberapa kali aku menendang wajah dan kepalanya. Namun ia tampak tidak kesakitan.

Tendanganku cukup keras mengenai wajahnya dan kupikir dia akan muntah darah. Tetapi dia malah tertawa terbahak-bahak saat aku menendangnya.

"Kamu tidak akan bisa mengalahkanku. Aku orang yang kuat dan tidak bisa dibunuh," katanya dengan sombong sambil tertawa sinis mengejekku.

"Insya Allah, tidak ada yang hebat dan kuat di dunia ini, kecuali Allah," kataku.

"Jangan bawa-bawa nama Allah di tempat ini, aku benci dan tidak suka!" katanya seraya menerjang dengan pukulan yang sangat keras. Kali ini bukan pukulan sembarangan. Karena dari jauh bisa kurasakan kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya hingga aku hampir jatuh. Aku berusaha berdiri dan menyambut pukulannya itu.

"Dug...!" Aku menangkis serangannya dengan tangan kiri. Kukerahkan tenaga dalam hingga aku sendiri terpental ke belakang, begitu pula Toteng. Kulihat wajahnya merah dengan kemarahan bergelora.

Sementara itu penonton yang semakin padat, tidak henti-hentinya bersorak dan bertepuk tangan melihat kami terjatuh. Selama 30 menit itu kami menjadi tontonan gratis yang menarik. Sebagian warga ada yang memanfaatkannya untuk bertaruh dan mengumpulkan uangnya di salah seorang dari mereka yang ditunjuk menjadi koordinator. Mereka menjagokan salah seorang di antara kami.

Pihak kepolisian tidak berani memisahkan. Sebab pelaku sudah sepakat untuk bertarung sampai salah seorang tewas dan tidak akan ada tuntutan dari pihak keluarga yang menjadi korban. Tidak kurang dari 10 orang polisi menjaga keamanan dan ikut menyaksikan pertandingan maut yang sangat mendebarkan ini.

TERUS terang saja, memang tidak mudah mematikan gerakan lawan yang gesit, lincah, dan berani seperti Toteng. Beberapa kali aku hampir tersudut dan ditekan terus dengan tendangan dan pukulan yang mematikan, sehingga aku sempat terjatuh ke belakang dan leherku dicekik sekuat tenaga. Aku hampir kehabisan napas dicekik Toteng. Tanganku berusaha melepaskan cekikan itu. Tapi jari-jari tangannya sangat kuat mencengkeram leherku.

Aku berusaha bersikap tenang dan menahan napas dalam tempo yang cukup lama. Dalam hatiku aku berdoa penuh konsentrasi, dan tiba-tiba tubuhku merasakan kekuatan yang sangat besar. Lalu tangan kananku menghantam ulu hati Toteng, "Bug!". Dia berteriak kesakitan dan melepaskan cekikan.

Aku berdiri tegak dan segera mengambil pedang yang tergeletak tidak jauh dari situ. Aku segera memburunya dan menyabetkan pedang itu ke leher Toteng. Semua penonton tegang menyaksikan peristiwa itu, apalagi ketika leher Toteng dipenggal dan kepalanya terlempar. Darah kental berwarna merah mengucur dari leher Toteng.

Tangan Toteng segera meraih kepala itu, lalu secepat kilat menempelkan kembali ke lehernya. Aneh sekali, kepala yang sudah berpisah itu mendadak menyambung kembali. Tentu saja para penonton melongo, tidak percaya melihat kejanggalan itu. Namun akhirnya semua berteriak dan bertepuk tangan. Memuji kehebatan Toteng. Warga banyak yang menggelengkan kepala melihat keanehan itu.

Toteng tertawa sinis melihatku kaget dengan kejadian itu. Namun aku sudah tahu, dia memiliki ilmu yang luar biasa hebat. Aku tidak tinggal diam, segera menghunus pedang ke arah perut. Kukira dia akan menghindar, tetapi justru sebaliknya dia membiarkan perutnya terkena sabetan pedang tajam. "Bret...!" kudengar perutnya terluka dan mengeluarkan darah segar. Kemudian, ususnya keluar, yang membuat banyak yang melihat ngeri menyaksikannya. Tetapi kembali keanehan terjadi, usus yang sudah terburai keluar oleh Toteng dimasukkan kembali, lalu ia mengambil air yang tidak jauh dari situ. Seketika itu juga luka yang menganga itu hilang.

Aku menggelengkan kepala menyaksikan peristiwa ganjil itu. Penonton pun semakin terkagum-kagum menyaksikan kehebatan ilmu Toteng. Ia seperti tidak mengenal rasa sakit. Bahkan kini semakin ingin memperlihatkan kehebatannya di hadapanku.

"Sekarang tunggu pembalasanku!" teriak Toteng seraya tersenyum sinis. Ia mengambil pedagang tajam yang sudah disediakan di situ. Lalu secepat kilat menebaskannya ke arah wajahku, namun aku segera menghindar. Tetapi di luar dugaan, rupanya dia sudah tahu ke mana aku akan bergerak. Aku terpepet dan seketika pedang itu mengenai wajahku. Aku berteriak kesakitan. Kukira wajahku akan terbelah dua, namun aneh aku sama sekali tidak terluka. Aku tersenyum, inilah kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepadaku.

Toteng seperti tidak percaya kalau aku sama sekali tidak terluka. Dia menatapku tajam dan berkata lantang, "Wah, kamu hebat! Namun aku sama sekali tidak takut, itu belum apa-apa," katanya seraya menyerang kembali ke arahku. (bersambung)**

31 comments:

Unknown said...

Mas, sambungannya gimana?

Unknown said...

Mas, sambungannya gimana?

Unknown said...

maap gan cerita nya banyak yang gak benar dan dikarang-karang.. sebaiknya tanyakan terlebih dahulu kpd yang bersangkutannya ... beliau saat ini msh ada di sebuah pesantren ngurus santri dan anak2 yatim ........

ahsam sahara said...

gimana kelanjutan ceritanya gan saya penasaran ingin tau kelanjutan cerita kematian kakek saya

ahsam sahara said...

gimana kelanjutan ceritanya gan saya penasaran ingin tau kelanjutan cerita kematian kakek saya

Kel.Sakinah,Mawaddah,Warrohmah...Aamiin said...

Saya dibesarkan di majalaya sekarang usia saya 62 th tapi cerita tsb belum pernah dengar tahun berapa ya ? Kalau terbunuhnya endang asik saya tahu, terus ributnya anak bojong dengan anak amaro ( anak cikaro ) saya tahu, mungkin tahun 2000 an ? Tapi apa iya warga majalaya se jahiliyah itu dan polisi tak berdaya mungkinkah ?

Widia Gustiawati said...

Ini kisah nyata Alm didi dan Asep jagal.

Unknown said...

Ini cerita alm.didi sama asep jagal di majalaya..
Mungkin tahun 80 atau 90..

IMANIZZA said...

Setau saya cerita ini mirip kisah didi dan asep jagal yang berlokasi area pertarungannya di daerah radug tahun 1984. Kang asep saat ini masih hidup bisa di ditanyai informasi nya tentang kejadian tak terlupakan di majalaya. Sampai2 ada yg numpeung nasi kuning dengan kematian didi.

Unknown said...

dmn alamat kang asepna kang?

gals said...

katanya dari arah pasar majalaya, minta dianter ojek ke rumah pak asep jagal

Unknown said...

Alamat kang asep daerah pasir leutik, daerah simpang majalaya.

Berita1sukabumi said...

Betul asep jagal majalaya

Unknown said...

Nyimak aja.. Memang di daerah majalaya khusnya lelaki hampir tau siapa asep jagal dan didi. Cerita d atas memang mirip cerita asep jagal meski banyak juga yg ngarang tpi bagus ceritanya seru dan mengagetkan.

Unknown said...

Kelanjutan kisah di atas :

http://kuswarimiharja.blogspot.com/2011/06/dendam-istriku-direbut-preman.html?m=1

Unknown said...

Kelanjutan kisah di atas:

http://kuswarimiharja.blogspot.com/2011/06/dendam-istriku-direbut-preman.html?m=1

Unknown said...

kalo boleh tau pesantrenya dimna ya dan nama beliau siapa dan nma pesantrenya apa??

Unknown said...

Bnyak saksi yg liat

Haris Setiadi said...

Alamatnya asep jagal di wangisagara belakang sekolah SDN Andir,dr cerita di atas banyak yang ngarang, saya asli org majalaya, bahkan bpk saya asli simpang radug, menyaksikan langsung pristiwa itu, didi hanya kepala ny aja yang di tebas, ususnya gak sampai terburai kaya cerita di atas mlhan paman saya ktemu sama asep jagalnya wktu dia bawa kepala didi,, wktu itu pman saya lg cuci kaki, di pancuran sawah, pas lihat ada org yang bawa kepala, paman saya langsung lari ketakutan, ini mah banyak d tambah2in ceritanya, kalau mau lebih jelas ayo saya antar ke rumah asep jagalnya langsung di majalaya

Unknown said...

Mirip sedikit seperi didi dan asep jagal , tetapi bayak yg di tambahin

Unknown said...

Asep vs didi adalah kisah nyata dan kejadian tersebut waktu saya sekolah SD klo ada youtube mungkin sdh masuk youtube

Unknown said...

Keluarga ajag lugay Majalaya bandunk

Unknown said...

Nama preman nya adalah Didi.
Sedangkang jawara yang mengalahkannya adalah Abah Asep (Asep Jagal)

Sampe sekarang abah Asep masih ada dan tinggal di daerah Majalaya.

Tdk akan sulit bila ingin mencari/bertemu beliau, krna semua orang di daerah Majalaya pasti mengetahuinya.

Unknown said...

Belakamg smp kp2 majalaya wangisagara
Kalau gak salah nama kampunynya kampung andir belakang smp kp2 majalaya atau sd andir

Unknown said...

Ceritanya terlalu mengerikan... Tapi tidak papa untuk di kenang 😁
Asep jagal kake saya.. dan sekarang masih ada.. dan membangun paguyuban keluarga besar JAGARAGA AJAG LUGAY MAJALAYA 🙏🙏

Unknown said...

Cerita yg sebenar nya gimana

RB said...

Didi Jeger dipotong lehernya oleh kang Asep dipematang sawah dipinggir sungai Citarum dikampung Radug desa wangisagara kec Majalaya kebetulan wilayah tsb satu RW dengan tempat tinggal saya,jadi yg mengatakan diatas itu Didi mati duel dipasar dgn pedagang di pasar itu,berita salah besar alias bohong..

Unknown said...

Masalah nya apa

Unknown said...

Saya anak nya asep jagal

RB said...

Kalau masalahnya apa kami kurang tau yang jelas itu bisa saja ada masalah pribadi antara kang Asep jagal sama alm Didi jeger

Unknown said...

Tepatnya saya berkomentar inalillahiwainailaihi rajiun bapak asep jagal sang jawara telah berpulang kepada sang khalik . mohon ini di jadikan sejarah untuk kita semua ini benar terjadi sang jawara sekarang telah berpulang semoga amal ibadah perbuatamnya di masalalu membela kebenaran akan menjadi amalan untuk membawa beliau ke surga amin